Dampak Langsung Kebijakan Efisiensi Anggaran Pemerintah Pada Industri Perhotelan

Diberlakukannya kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah, industri perhotelan di Indonesia mengalami dampak yang begitu signifikan. Khususnya dalam penurunan tingkat hunian hotel di berbagai daerah. Kebijakan ini, yang mencakup pengurangan belanja perjalanan dinas, penyelenggaraan rapat, dan kegiatan pemerintahan di hotel, berdampak langsung terhadap okupansi hotel, khususnya di kota-kota yang selama ini mengandalkan sektor MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions) sebagai sumber pendapatan utama.

Melihat kejadian ini, maka Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) mengadakan sebuah acara bertajuk 'Dampak Kebijakan Pemerintah Untuk Efisiensi Anggaran Terhadap Industri Perhotelan'. Acara yang dilangsungkan pada Selasa, 4 Maret 2025 di d'wangsa9, Darmawangsa, Jakarta Selatan itu pun dihadiri oleh anggota IHGMA dan juga awak media Tanah Air. Diharapkan melalui kegiatan ini, maka pemerintah pun mendengar jeritan para pelaku bisnis di bidang perhotelan dan dapat memberikan solusi terbaik.

"Berdasarkan survei yang dilakukan oleh DPP IHGMA pada bulan Februari 2025 terhadap 315 hotel, tingkat hunian secara nasional mengalami penurunan rata-rata sebesar 10% - 20% atau setara dengan potensi kehilangan pendapatan sebesar 500 juta rupiah 1 milyar rupiah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya, yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan bisnis, menunjukkan penurunan okupansi yang paling signifikan," terang Ketua Umum Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA), Dr. I Gede Arya Pering Arimbawa, S.TrPar., MSi., CHA., CHIA.

Di moment ini, para pemimpin IHGMA turut menyampaikan pandangan dan analisis mereka terhadap situasi ini. Wakil Ketua Umum IHGMA, Wita Jacob, M.Par., dan Garna Sobhara Swara, BA (Hons)., M.Par., menyoroti pentingnya inovasi dalam strategi pemasaran serta diversifikasi target pasar untuk mengatasi ketergantungan terhadap segmen MICE. Sementara itu, Angkoso Soekadari, M.Par., CHA.CHE, sebagai pendiri IHGMA, menegaskan bahwa peran asosiasi sangat krusial dalam memberikan dukungan bagi para General Manager hotel agar dapat beradaptasi dengan perubahan pasar.

IHGMA

Dr. I Nyoman Sarya, selaku Penasehat IHGMA, menambahkan bahwa kerja sama antara industri perhotelan dan pemerintah perlu diperkuat guna menemukan solusi jangka panjang yang tidak hanya berorientasi pada efisiensi anggaran, tetapi juga mempertimbangkan keberlangsungan sektor perhotelan sebagai salah satu pilar utama pariwisata nasional.

Membahas berbagai dampak langsung yang dihadapi oleh industri perhotelan karena kebijakan yang dibuat pemerintah itu mencakup beberapa hal. Mulai dari penurunan okupansi hotel, khususnya hotel berbintang karena berkurangnya perjalanan dinas dan kegiatan rapat di hotel yang selama ini banyak digunakan oleh instansi pemerintah. Hal itu pun juga akan berdampak langsung terhadap tenaga kerja yang menggantungkan hidup di dunia perhotelan. Ada sejumlah hotel yang sudah mulai menyesuaikan operasionalnya dengan melakukan efisiensi tenaga kerja guna menekan biaya operasional akibat penurunan pendapatan. Dampak lainnya pun berpengaruh pada penurunan pendapatan sektor pendukung lainnya seperti katering, transportasi, dan event organizer yang biasanya banyak digunakan di hotel-hotel.

Dalam menghadapi tantangan ini, pelaku industri perhotelan mulai menerapkan berbagai langkah strategis untuk mempertahankan bisnis. Sehingga diperlukan strategi baru yang lebih adaptif untuk menghadapi situasi ini. Dalam proses mengubah strategi bisnis dan pelaksanaannya sendiri tentu membutuhkan waktu yang tidak singkat. Dengan adanya perubahan kondisi pasar, industri perhotelan diharapkan dapat segera beradaptasi dan menemukan solusi inovatif agar dapat bertahan dan berkembang di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah.

cns news

SUBSCRIBE TO OUR MONTHLY NEWSLETTER TO GET THE LATEST UPDATES.